Biakan Aku Pergi
#Ini pengganti yang
‘The Last Valentine’. Kenapa aku ganti? Karna feel cerita yang judulnya itu
udah ga ada lagi. udah memudar *cielah bahasa gue—a* Ini aku pake CakShil kok,
tenang, masih menuhin request’an Kakak Nia Sumiati tercintah *eh! Dan masih
sesuai request’an kok. So, mending lanjut aja yaa... Happy reading, don’t
forget to comment and give your thumbs, right!#
“Aku mau kita putus.”ucap Cakka pada Shilla.
“Putus? Kenapa?”tanya Shilla sambil menatap Cakka dalam,
berusaha mencari kebohongan di manik mata Cakka, tapi nihil.
“Aku udah ga nyaman sama kamu.”jawab Cakka.
“Gitu?” “Iya.”jawab Cakka –lagi-
“Oke, kita putus.”ujar Shilla lalu beranjak dari kursinya,
berniat pergi dari cafe.
Cakka mengusap wajahnya saat punggung Shilla mulai menghilang
dari pandangannya. Dadanya terasa terhimpit saat mengatakan kata ‘putus’ tadi.
Jujur saja, semuanya yang ia ucapkan tadi adalah bohong belaka. Cakka masih
sangat menyayangi Shilla, dan masih nyaman di sebelah Shilla. Tapi Cakka juga
tidak mau membuat Shilla bersedih jika nanti ia pergi.
Yah, seminggu lalu, Cakka ditemukan pingsan di tepi
ranjangnya. Dan setelah diperiksa oleh Dokter Aldo, dokter keluarga Nuraga,
Cakka dinyatakan menderita kanker otak. Penyakit yang nantinya akan membuatnya
melemah. Penyakit yang nantinya akan membuatnya pergi, untuk selamanya.
Cakka pun memutuskan untuk pergi dari cafe ini. Tapi,
tiba-tiba, saat Cakka berdiri, kepalanya terasa berputar. Tubuhnya limbung,
untung saja ia masih sempat untuk mencari penyangga hingga ia tidak terjatuh.
“Ouh, please... Aku ga mau lemah... C’mon Cakka...”ucap
Cakka pada dirinya sendiri.
Dan sugesti itu berhasil. Perlahan, rasa sakit di kepala
Cakka mulai menghilang. Pandangannya yang tadi sempat memburam sudah kembali
jelas. Cakka pun kembali melangkah meninggalkan cafe itu. Selang beberapa saat,
Cakka pun menghilang bersama dengan Ferrari Merahnya.
---::---
Suasana UGD rumah sakit malam ini begitu ramai. Terlihat
sosok laki-laki dengan jas putih, khas dokter, yang berlarian menuju UGD itu.
Dokter Aldo. Ia yang tadinya sedang ada di rumah, segera ke rumah sakit setelah
mendapat kabar bahwa Cakka pingsan setelah muntah darah hebat.
Kondisi Cakka memang makin menurun sebulan belakangan ini.
Dokter Aldo awalnya berpikiran bahwa memang seperti ini, tapi ternyata kondisi
Cakka menurun bukan hanya karena penyakitnya, tetapi karena Cakka sudah tidak
memiliki semangat hidup setelah putus dari Shilla. Sesampai di ruang UGD, tanpa
banyak bicara Dokter Aldo pun masuk ke dalam ruangan itu.
Selepas Dokter Aldo masuk, seorang cowok dengan mata sipit
dan kulit putih pucat datang menghampiri Mama Cakka. Dia Alvin, sahabat Cakka
sejak kecil. Perlahan, ia tepuk pundak Mama Cakka. Jujur saja, jantungnya saat
ini tengah berpacu lebih cepat dari biasanya. Alvin benar-benar takut jika ia
tak bisa bertemu Cakka lagi.
“Tante... Cakka gimana?”tanya Alvin.
“Cakka masih di dalem, Dokter Aldo baru aja masuk.”jawab
Mama Cakka, dengan pelan.
Dari raut wajahnya, Alvin bisa tau bahwa Mama Cakka
khawatir. Siapa sih ibu yang ga khawatir kalo anaknya masuk UGD? Tapi, Mama
Cakka terlihat lebih tenang. Keluarga Cakka memang sudah berkali-kali mencoba
tidak panik saat Cakka colaps. Mereka juga mulai berusaha mencoba ikhlas, jika
suatu saat Cakka pergi.
Bukan berarti mereka merelakan Cakka cepat pergi, tapi itu
hanya sebuah persiapan agar mereka tidak terlalu shock nantinya. Berbeda dengan
keluarga Cakka, Alvin sendiri masih belum bisa mencoba seperti mereka, atau
mungkin tidak pernah mau mencoba. Ia masih sangat berharap kalau nanti Cakka
bisa sembuh.
Alvin mendongak cepat saat menaydari bahwa ada satu orang
yang harus tau akan hal ini. Ia berpikir, bahwa ini saatnya untuk seseorang itu
mengetahui sakit Cakka. Setelah berpamitan pada Mama Cakka, Alvin pun berjalan
cepat menuju parkiran mobil. Dan dalam beberapa detik, Range Rover putih Alvin
meninggalkan lapangan parkir itu.
Alvin memacu mobilnya di atas rata-rata. Ia harus segera
sampai dan memberitahukan akan hal ini sebelum terlambat. Mobil Alvin berhenti
di depan sebuah rumah dengan pagar tinggi berwarna biru. Alvin segera keluar
dan masuk ke dalam rumah itu. Dengan tidak sabar, ia mengetuki pintu rumah itu.
“SHIIIL, SHILLAAAA...”panggil Alvin keras.
“Cklek”terdengar suara kunci pintu rumah yang sedang dibuka.
Pintu pun terbuka dan perlahan memperlihatkan seorang cewek
dengan t-shirt dan jeans belel. Ashilla. Tanpa berkata apa-apa, Alvin menarik
cewek itu ke mobilnya. Tapi, sebelum mereka masuk, Shilla menarik tangannya dan
meminta penjelasan Alvin.
“Udah, gue jelasin di jalan. Oke?”ucap Alvin.
“Gue ga mau ikut kalo lo ga mau jelasin sekarang.”ujar
Shilla tegas.
“Cakka... Cakka kritis di rumah sakit.”jawab Alvin.
“APA? Rumah sakit?” “Udah, lo ikut aja, lo bakal tau
sendiri.”jawab Alvin –lagi-
Alvin masuk ke dalam mobilnya setelah memastikan Shilla
sudah aman. Alvin pun kembali memacu mobilnya di atas rata-rata. Tak butuh
lama, mobil itu pun kembali masuk ke pelataran rumah sakit. Setelah mobil itu
terparkir dengan benar, Alvin dan Shilla berlari menuju UGD, ruangan terakhir
yang Alvin tau, sedang ditempati Cakka.
Sesampai di depan ruang UGD, Shilla menghentikan langkah
kakinya. Ia melihat Mama Cakka terduduk di bangku plastik. Shilla mendekati
Mama Cakka tapi tak bersuara. Mama Cakka, yang merasakan langkah kaki Shilla,
menoleh dan terdiam saat tau, pemilik langkah tadi adalah Shilla, wanita yang
sangat dicintai anaknya. Tepat saat itu, Dokter Aldo keluar. Dokter Aldo segera
mendekati Mama Cakka.
“Cakka sedari tadi mengigau nama Shilla. Apakah ada yang
bernama Shilla di sini?”tanya Dokter Aldo.
“Saya Shilla, Dok...”jawab Shilla.
“Kalau begitu kamu masuk saja. Tenangkan dia, karena saya
rasa hanya kamu yang ia butuhkan saat ini.”suruh Dokter Aldo.
Shilla berjalan ragu masuk ke dalam UGD, tapi akhirnya dia
meyakinkan diri untuk masuk. Saat masuk dan melihat Cakka yang dipenuhi
alat-alat medis yang Shilla sendiri tidak tau namanya, membuat dada Shilla
serasa dipukuli. Shilla tidak menyangka Cakka akan terbaring lemah seperti ini.
“Kka... Ini aku... Shilla...”ucap Shilla.
“Shilla?”suara serak terdengar di telinga Shilla dan sempat
membuatnya terkejut. Suara Cakka.
“Cakka, kamu udah sadar? Kamu kenapa?”tanya Shilla.
“I’m OK. Don’t worry, right?”ucap Cakka.
“You’re stupid boy! Tubuh kamu dipenuhi alat-alat mengerikan
kayak gini kamu bilang baik. Jujur sama aku, apa ini alasan kamu mutusin
hubungan kita?”tanya Shilla.
“Hhh...Iya... Aku ga mau kamu sedih, Shil, saat liat aku
kayak gini. Atau saat aku pergi nan...” “Kka, jangan omongin itu, please...
Stay for me!”potong Shilla.
“Aku... Aku udah capek Shil. Sakitnya bikin aku kesiksa. Aku
udah ga kuat. Biarin aku pergi ya...”pinta Cakka.
“Ga Kka! Aku ga mau kamu pergi. Aku mau kamu tetep di sini!”ucap
Shilla.
Cakka terdiam. Shilla ikut terdiam. Cakka menatap manik mata
Shilla dengan seksama. Ia merindukan cewek ini. Dengan lemah, Cakka menggapai
tangan Shilla. Shilla yang mengetahui itu menjawab tangan Cakka sehingga tangan
mereka menyatu. Cakka tersenyum, lalu tiba-tiba ia menutup matanya.
Shilla jadi panik saat mata Cakka tertutup dan tangan Cakka
terlepas dari genggamannya. Shilla segera berlari keluar memanggil Dokter Aldo.
Kebetulan, Dokter Aldo sedang berbicara dengan Alvin. Dokter Aldo pun langsung
masuk saat Shilla mengatakan yang terjadi pada Cakka.
“Vin, jujur ke gue.
Cakka sakit apa? Kenapa di dalem sana, banyak banget alat-alat medis?”tanya
Shilla.
“Cakka... Cakka sakit kanker otak, stadium akhir.”jawab
Alvin.
Shilla merasa lututnya lemas hingga ia terjatuh. Alvin
segera menghampiri Shilla dan mencoba menguatkan cewek berkulit putih itu.
“Cakka sakit sejak satu setengah bulan lalu. Dua minggu, sebelum lo sama dia
putus. Semenjak itu, kondisi tubuh Cakka menurun, dia kayak yang ga punya
semangat hidup. Tapi, gue selalu usaha supaya dia tetap bertahan.”
“Cakka... Kenapa dia ga bilang ke gue! Kenapa dia
nyembunyiin ini dari gue! Gue ga akan ninggalin dia meskipun dia harus di rumah
sakit setiap hari!”Shilla menangis histeris.
“Cakka bukan takut ditinggal sama elo, Shil. Tapi, Cakka
takut, lo bakal sedih dan kehilangan dia. Itu alasannya, dia mutusin lo.”sahut
Alvin.
“Cakka BODOH! Cakka BODOH!”Shilla memaki Cakka dengan air
mata berlinang di pipinya.
Alvin memeluk Shilla, mencoba memberikan ketenangan pada
gadis ini. *tenang, aku ga akan pake
Alshill kok* Tangisan Shilla makin keras. Ia masih belum bisa menerima jika
lelaki yang begitu dicintainya harus sakit seperti ini. Yah, Shilla masih
menyayangi Cakka hingga saat ini, dia bahkan tidak pernah berusaha buat
melupakan Shilla.
Dokter Aldo keluar dari UGD dan memanggil Shilla dan Alvin.
Raut wajahnya muram. Hal itu membuat Shilla dan Alvin ketakutan. Mereka takut
kalau kondisi Cakka tidak membaik. Dokter Aldo menyuruh mereka berdua masuk dan
menemui Cakka.
Saat masuk, Shilla dan Alvin bisa melihat mata Cakka yang
terpejam, seperti menahan rasa sakit. Shilla ledih dulu mendekati Cakka. Ia
menggenggam tangan Cakka yang kurus. Hah, Shilla baru menyadari kalau tangan
Cakka sudah tidak seperti dulu lagi, tapi tetap bisa menghangatkan dirinya dan
juga hatinya.
“Sshil... Ak..ku... Sshhaahh...yang...”ucapan Cakka terhenti
saat jari telunjuk Shilla menempel pada bibirnya.
“Aku juga sayang kamu, Kka. Asal kamu janji sama aku, untuk
tetap hidup dan melanjutkan hidup sama aku. Aku ga bisa tanpa kamu, Kka...”ucap
Shilla dengan isakan.
“Shilla...ja...ngan na...ngis...”pinta Cakka.
“Gimana aku ga nangis? Cowok yang aku sayang terbaring di
sini dengan...dengan penyakitnya yang parah... Aku ga suka kamu kayak gini,
Kka!”jawab Shilla.
“Shil...”Cakka memanggil Shilla sambil mencoba duduk.
Shilla mendekati Cakka dan memeluk cowok itu. “Aku mohon,
Kka... Jangan tinggalin aku...”
“Shil, aku mau tidur. Aku capek. Kamu bisa nyanyiin aku
sebuah lagu, biar tidurku nyenyak”pinta Cakka.
“Kamu mau aku nyanyi apa?”tanya Shilla.
“The way you look at me”jawab Cakka.
“Oke...”balas Shilla.
Cakka menyenderkan kepalanya pada bahu Shilla. Shilla pun
mengambil nafas terlebih dahulu sebelum memulainya. Lalu ia memulai lagunya
sambil memeluk tubuh Cakka sekali lagi. Cakka memejamkan matanya, berniat untuk
menyerap lagu Shilla dengan baik.
"No one ever saw
me like you do
All the things that I
could add up to
I never knew just what
a smile was worth
But your eyes say
everything without a single word
'Cause there's
somethin' in the way you look at me
It's as if my heart
knows you're the missing piece
You made me believe
that there's nothing in this world
I can't beI'd never
know what you see
But there's somethin'
in the way you look at me
If I could freeze some
moment in my mind
Be the second that you
touch your lips to mine
I'd like to stop the
clock, make time stand still
'Cause, baby, this is
just the way I always wanna feel...uuu....”Shilla menyelesaikan lagunya.
“Shil... Aku...sa...yang...ka...mu... bi...ar..kan
aku...per...gi...”bisik Cakka pelan sambil menghembuskan nafasnya yang terakhir
kalinya.
Tiba-tiba, tangan Cakka yang semula ada di pundak Shilla
melemas. Diikuti oleh suara pendeteksi denyut jantung yang tiba-tiba datar,
menyatakan bahwa detakan jantung si pemakai sudah berhenti. Shilla yang
menyadari hal yang terjadi pada Cakka pun memeluk cowok itu dengan air mata
yang menderas seketika.
“CAKKAAAAAAA!!!!!”
TAMAT
#Udah! Selesai!
Gimana? Aneh yaaa? Apalagi yang bagian akhir itu rada aneh dan ga feel. Buat
Kak Nia, maaaaaaaapppp banget kalo ga feel yaaaa :-C Dan aku nyiksa Cakka’nya
kurang greget gitu... Hehehe... Jangan lupa, komentarnya ya temen-temen :D
Sampaaaaiii jumpaaaa!!!#