[DRABBLE] : Prosesnya yang Berharga, Vin…
Sore ini, sepulang sekolah, aku dan Alvin
kembali belajar bersama. Memang besok tidak ada jadwal ulangan atau tes, tapi
siapa yang tau kalau tiba-tiba besok ada tes mendadak? Dan Alvin, selalu tidak
siap untuk itu. Dan lagipula, aku memang ditugasi untuk mengajari Alvin yang
memiliki nilai kurang.
“Al, hari ini kita belajar Inggris, ya.”
ucapku.
“Huum” jawab Alvin yang msih memainkan
PSP-nya.
Aku mendengus kesal. Anak ini. Dengan
sekali gerakan, aku berhasil merebut PSP berwarna putih itu. Alvin mendongak
dengan mempoutkan bibirnya. Ekspresinya sungguh menggemaskan.
“Ga usah ngambek, Al. udah ga mempan. Ayo
belajar.”jJawabku dengan menahan tawa.
Alvin mengangguk, masih dengan wajah
cemberutnya. Lalu mengambil buku Inggris-nya di dalam tas. Setelah itu, kami
pun masuk ke dalam zona serius. Belajar kali ini, cukup nyaman menurutku.
Karena Alvin cukup mudah memahami apa yang ku jelaskan.
“Vi, capek…” tiba-tiba Alvin mengeluh.
Aku meletakkan pensilku. Yah, kalau Alvin
sudah mengeluh, itu artinya belajar harus diakhiri, kalau tidak, dia bisa
ngambek. Aku pun mengambil beberapa makanan ringan yang sudah kusiapkan
daritadi. Dan akhirnya, sore ini berakhir dengan lelucon-lelucon Alvin yang,
menurutku, konyol.
***
“Oke guys, siapkan kertas ulangan kalian.
Kita test hari ini.” ucap Miss Winda saat memasuki kelasku.
Seketika, seisi kelas menjadi riuh karena
ucapan Miss Widna barusan. Berbagai protes terlontar dari bibir teman-temanku.
Aku melirik pada Alvin yang, sepertinya, tampak gelisah. Ia pasti juga tidak
setuju dengan test dadakan ini. Tapi aku yakin, dia pasti bisa.
***
Hari ini, Miss winda membagikan hasil test
kami kemarin. Setelah bel istirahat berbunyi, aku segera menghampiri Alvin
untuk mengetahui hasilnya. Tapi, aku melihat Alvin tertunduk sedih. Apakah
hasilnya buku?
“Al… hasilnya…kurang baik ya? Ga papa, yang
penting kamu udah usaha, kan… Inget, yang penting bukan hasilnya, tapi
prosesnya…”ucapku.
Alvin mendongak dan tersenyum tipis, tapi
aku masih bisa melihatnya. Ah, hatiku trenyuh melihatnya. Aku menyentuh tangan
Alvin erat, mencoba menyalurkan semangat untuknya. Tapi tiba-tiba, Alvin
tertawa kecil. Aku segera menatapnya bingung.
‘Hehehe…ketipu yaaa… Nilaiku 79 tau, tuntas
niiih… Emang sih, ga sesuai harapan. Tapi kan, yang penting prosesnya…”ucap
Alvin sambil cengengesan.
Sempat merasa kesal, karena Alvin
membohongiku. Tapi yang muncul di wajahku malah senyuman indah saat mendengar
ucapannya yang terakhir. Ah, Alvin sudah makin dewasa.
“Bener,
Al. nilai bagus belum tentu membuktikan orang itu pinter, tapi proses yang
membuat orang pinter. Karena itu, prosesnya yang berharga. Aku bangga sama
kamu, Al…”jawabku.
“Aku juga bangga sama kamu, Vi. I Love You,
Sivia…”ucap Alvin.
"I Love You too…”
END