Title : AKHIRNYA, SEMUA
BERBAHAGIA *SEKUEL AKU MENCINTAIMU, TAPI DULU*
Author : TaLyTa
Genre : Find by yourself
Length : Oneshoot – Shortstory
Enjoy it!
Aku duduk diam di depan cermin
meja riasku yang berhiaskan mawar putih dan pink. Aku memandangi tatanan wajah
dan rambutku di kaca itu. Senyuman manis terpatri indah di bibirku. Hari ini
adalah hari pertunanganku dengan Ajun. Akhirnya, hari yang ku tunggu pun tiba.
Tiba-tiba, pintu kamarku diketuk, aku pun menyuruh pengetuk itu masuk.
Aku menoleh saat pintu berwarna
putih itu dan tersenyum lagi saat mendapati mamaku dengan balutan kebaya
modernnya menghampiriku. Mama mengelus pipiku lembut lalu mengecupnya sekilas.
Mama, anakmu sudah dewasa, mengapa memperlakukannya masih seperti anak kecil,
gerutuku dalam hati.
“Anak Mama sudah besar, ya...
Hari ini, sudah akan bertunangan dengan laki-laki lain, dan sebentar lagi akan
menjadi seorang istri...”ujar Mama.
“Mama...”ucapku pelan.
“Papa juga tak menyangka, putri
kecil Papa yang dulu selalu merengek minta Papa gendong, sebentar lagi akan
menjadi istri orang...”tiba-tiba suara Papa terdengar di kamarku, aku menoleh
dan mendapati Papa dengan jas hitamnya, Papa sangat tampan.
“Papa tampan sekali...”pujiku.
Papa menyentil hidungku pelan.
“Kau ini, mau menjadi istri orang
saja masih sempat menggoda Papa. Perlu kau ketahui ya, Papa memang tampan,
itulah mengapa Mama kepincut sama Papa dan kamu bisa secantik ini...”balas
Papa.
Aku tertawa, tapi Mama menyuruhku
diam. “Hush, kalau tertawa jangan seperti itu, pamali sayang... Iya ya Pa,
dulu, Lyana selalu merengek ingin digendong Papa, apalagi jika bertemu
orang-orang baru, Lyana akan segera sembunyi di balik kaki Papa.”
“Hmm... Iya. Mama ingat, waktu
teman bisnis Papa datang dan menyapa Lyana kecil kita, dia langsung berlari ke
Papa dan menangis karena takut. Wajah Lyana saat itu sangat lucu, mana ada pake
make-up gini...”Papa menjawab, aku sendiri memilih diam mendengarkan
cerita-cerita masa kecilku yang sedikit bergeser dari otak kecilku ini.
Mama tak menjawab ucapan Papa,
Mama melirik jam dinding hello kitty-ku dan bergumam pelan. “Sudah jam setengah
tujuh, ayo ke bawah, sayang.”ajak Mama.
Aku mengangguk. Dengan perlahan,
aku bangkit berdiri lalu berjalan keluar kamar digandeng Papa di sebelah
kananku, dan Mama di sebelah kiriku. Aku benar-benar bahagia hari ini. Karena
sepatuku yang cukup tinggi, aku menuruni tangga dengan pelan dan dibantu Papa.
Sesampai di taman rumahku, tempat berlangsungnya pertunanganku, aku mendapati
tempat ini sudah ramai.
Aku mengedarkan pandanganku dan
mendapati Ajun yang begitu sangat tampan dengan jas putihnya, sedang berbincang
dengan sahabat-sahabatnya. Perlahan, aku menghampirinya. Sesampai di sana, aku
menyapanya pelan lalu menggamitkan tanganku di lengan kanannya. Aku pun ikut
serta dalam obrolannya dengan teman-temannya, beberapa dari mereka menggodaku.
“Lyana...”tiba-tiba sebuah suara
membuatku berbalik. Oh, Panji.
Aku tersenyum dan meminta Ajun
untuk menoleh sejenak. “Jun, ini Panji. Teman lamaku. Yang waktu itu bertemu
denganku di cafe.”
Ajun tersenyum, senyuman yang
kusukai, dan menjulurkan tangan kanannya. “Ajun.”
“Panji.”Panji pun menjawab
uluran tangan Ajun.
“Pesta yang indah. Selamat ya,
Jun, Ly. Aku harap, aku akan mendapat undangan selanjutnya nanti...”ujar Panji.
“Terima kasih, Nji. Oya, kamu
datang sendiri?”tanyaku.
“Tentu tidak, aku bersama
temanku. Dia sedang ke toilet.”jawab Panji.
“Oh begitu. Ya sudah, kamu
nikmati dulu makanan dan minumannya, acaranya baru dimulai jam tujuh. Aku dan
Ajun akan menghampiri tamu-tamu yang lain.”suruhku padanya.
“Oke.”jawab Panji.
Aku pun menggamit lengan Ajun
lagi dan mulai berjalan menuju tamu-tamu lain yang belum kami kunjungi. Dari
ujung mataku, aku melihat seorang gadis dengan dress merah maroon panjang
mendekati Panji. Panji menyambut gadis itu dengan senyuman, sepertinya Panji
datang dengan gadis itu. Tanpa memikirkan Panji lagi, aku pun mulai menyapa
tamu-tamuku.
***
“Hari ini, kita patut berbahagia.
Dua anak manusia, hari ini akan dipersatukan kembali dalam pertunangan, dan
sebentar lagi akan melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Mari,
saya undang para tamu sekalian untuk bangkit berdiri dari bangku untuk
menyambut pasangan kita pagi hari ini. Ajun dan Lyana...”suara Mischa, temanku
yang merupakan pembawa acara hari, terdengar di seluruh penjuru taman.
Aku dan Ajun yang sudah siap di
ujung pintu pun berjalan bersama menuju panggung. Di belakang kami, Papa Mama
dan orang tua Ajun mengiringi kami. Ini seperti suasana pernikahan. Saat
berjalan ke panggung, aku sempat melihati tamu-tamu undangan. Ada sahabatku
waktu sekolah dasar, ada juga gadis yang selalu menjadi seteruku dari SD hingga
SMA. Semuanya berkumpul di sini hari ini.
“Waah, Ajun sama Lyana serasi
sekali, ya hadirin. Lihat senyuman mereka, mirip.”kata Mischa. Aku sedikti
mengernyitkan dahi, memang senyumku dan Ajun mirip?
“Baiklah, kita langsung ke acara
puncak saja. Yaitu pemasangan cincin pertunangan. Diharapkan, Om Tama dan juga
Om Aldi untuk ke depan.”ujar Mischa lagi, kali ini dia memanggil Papa dan Papa
Ajun.
Papa dan Papa Ajun berjalan
bersama ke depan. Ah, dua laki-laki yang begitu kukagumi. Mereka sangat tampan.
Lalu, saat mereka berada di depan, Mischa meminta masing-masing mereka untuk
memberikan sedikit ucapan, lalu meminta Papa, sebagai pemegang cincin, menyodorkan
kotak cincin kepadaku dan Ajun.
Pertama, Ajun mengambil cincin
dengan permata di tengahnya, lalu memakaikannya di jari manis kiriku.
Selanjutnya, aku melakukan hal yang sama dan memakaikannya di jari manis Ajun.
Lalu, secara bersamaan, seluruh hadirin dan juga Mischa menyoraki Ajun untuk
menciumku. Tapi, siapa sangka, Mama malah berteriak keras melarangnya.
“BELUM SAH!”begitu teriakan Mama
sehingga membuat seluruh hadirin tertawa.
Acarapun dilanjutkan dengan dansa
di bawah sinar rembulan. Ini salah satu acara yang kutunggu daritadi. Aku ingin
menari di pelukan Ajun. Ah, aku benar-benar jatuh cinta dengan laki-laki ini.
Aku dan Ajun berdansa di atas panggung, diikuti oleh semua tamu yang datang.
Sekilas, dari panggung ini, aku melihat Panji dengan gadis tadi juga berdansa
tidak jauh dari tempatku. Ah, aku harus mengenal gadis itu.
Diam-diam, aku tersenyum senang.
Segalanya berakhir bahagia. Aku memiliki Ajun, dan Panji kini bersama gadis
itu. Aku bersyukur pada Tuhan yang telah melengkapi hidupku dengan kebahagiaan
di usiaku yang ke dua puluh satu. Aku berharap semua ini tak akan berakhir.
Perlahan, aku menyandarkan kepalaku di bahu Ajun.
Dan dengan berbisik aku
mengatakan, “Aku sayang kamu, Jun. Hari ini, besok, dan selamanya.”
Ajun mendengar suaraku, dan
mengelus rambutku. Ia pun mendekatkan kepalanya, lalu semakin mendekat. Aku
perlahan menutup mataku. Tak lama, sebuah bibir menempel dengan mesra di
bibirku, bibir Ajun. Ajun melumat bibirku, aku pun menikmatinya. Hidupku
sempurna.
THE END