Menjadi Mahasiswa yang
Kritis, bukan Anarkis
Menjadi seorang
mahasiwa, kita selalu dituntut untuk selalu bersikap kritis terhadap sesuatu.
Alasannya adalah karena mahasiswa dianggap sebagai agen perubahan. Dengan
bersikap kritis pada sebuah perubahan, mahasiswa dapat membantu menentukan,
apakah perubahan itu baik untuk segala sisi atau sebaliknya.
Bicara soal kritis,
mahasiswa Indonesia sudah dikenal kritis sejak jaman dulu.
Bahkan, turunnya Presiden Soeharto yang sudah 38 tahun memimpin, terjadi karena adanya sikap kritis mahasiswa. Sayangnya, wujud kekritisan mahasiswa saat itu berujung pada kerusuhan yang menimbulkan korban. Tapi hal itu tidak menyurutkan semangat mahasiswa untuk selalu bersikap kritis.
Bahkan, turunnya Presiden Soeharto yang sudah 38 tahun memimpin, terjadi karena adanya sikap kritis mahasiswa. Sayangnya, wujud kekritisan mahasiswa saat itu berujung pada kerusuhan yang menimbulkan korban. Tapi hal itu tidak menyurutkan semangat mahasiswa untuk selalu bersikap kritis.
Hingga saat ini, setiap
ada permasalahan yang menyentil, mahasiswa akan turun tangan mencari kebenaran
dan keadilan. Sayangnya,
lagi-lagi, tidak semua wujud kekritisan tersebut berujung baik. Banyak demo
mahasiswa yang diberitakan rusuh dan anarkis.
Demo-demo
tersebut mulai membentuk identitas baru bagi mahasiswa yang bukan lagi menjadi
seorang yang kritis, namun anarkis.
Tentu
pola pikir tersebut perlu diluruskan.
Sebagai
pihak yang dicap sebagai ‘anarkis’, kita harus belajar merubah cara kita dalam
mewujudkan kekritisan kita tersebut.
Kita
harus bisa menunjukkan, bahwa mahasiswa memang kritis, namun kritis yang
beretika. Kita tidak harus mewujudkan kekritisan kita dengan demo, tetapi bisa
melalui forum atau media lain yang lebih baik dari demo. Kalaupun harus
berdemo, berdemolah dengan etika. Siapkan emosi agar selalu ada di tempat dan
waktu yang tepat agar tidak menimbulkan kerusuhan ataupun keanarkisan.
Komentar
Posting Komentar